Senin, 13 Mei 2013

Memang Demikian, IRON MAN dari 1 Sampai 3 itu Sarat dengan Muatan Politis, Ekonomi, dan Budaya


Memang demikian, Iron Man dari 1 sampai 3 itu sarat dengan muatan politis, ekonomi, dan budaya.
Kenapa...kenapa..kenapa..kenapa...????

Ya, liatmi saja dari filmnya, coba liat makna tersirat yang disiratkan oleh film Iron Man 1, Iron Man 2, Iron Man 3, ada toh?
Akh, nda adaji tawwa..
ADA!
Bahkan hampir di semua film2 amrik a.k.a film hollywood muatan politis, ekonomi, dan budaya itu ADA!



Buktinya?
Saya tidak akan membeberkan di sini, di samping karena memang demikian, saya hanya ingin sedikit menggelitik saraf kritis Anda untuk menyikapi nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah film. 
Bukan hanya perasaan berseri-seri berbunga-bunga atau berseri-seri terkagum-kagum yang Anda rasakan sehabis menonton sebuah film (film apapun itu!), cobalah untuk sedikit melihat ada unsur apa yang coba disebarkan dari film tersebut, adakah politik, budaya, dan yang jelas pasti: ekonomi?

Adakah yang ditonjolkan bahwa amrik itu negara yang paling baik sedunia, paling cinta damai, berhak memerangi mereka yang dianggapnya keliru, pembasmi teroris?!

Jika ada = politis.

Adakah yang ditonjolkan bahwa amrik itu negara yang paling makmur sedunia, pecinta pesta, fashion, glamour, hura-hura?!
Jika ada = budaya.

Adakah uang yang mengalir ke kantong-kantong amrik dengan kita menonton film mereka?!
Jika ada = ekonomi.

Karya-karya film hollywood adalah jualan fantasi, konsumennya pun diajak untuk sekadar berfantasi dan menempatkan logika "di dengkul" a.k.a "di belakang" (dengkul bener di belakang, yang di belakang itu perasaan...., ya... sudahlah, silakan tengok belakang Anda sendiri, hihihihi)
Lanjuuut, penonjolan efek-efek memukau dan atau menghanyutkan membuat penonton terlena. Efeknya ini bisa dikatakan sebagai candu yang memabukkan.


Ironisnya, negara konsumen, seperti negara tercinta kita Indonesia, tidak memperhatikan hal tersebut, mereka hanya ingin mengkonsumsi (candu). Nah, dari sifat konsumtif yang candu inilah si amrik muncul sebagai "raja" dan menebar motif politis, ekonomi, dan budayanya ke negara-negara konsumtif.

Hal ini tentu saja, pelan-tapi pasti, cepat-bisa saja, akan berdampak buruk terhadap negara konsumtif, seperti lunturnya budaya suatu negara karena adanya budaya amrik yang disisipkan dalam film-film amrik. Jika ini dibiarkan, penonton tidak diajak untuk pintar memaknai sebuah film, maka disinilah infasi amrik terhadap sebuah negara, di sinilah doktrin-doktrin amrik disebarkan melalui filmnya.



Dan inilah gejala yang saat ini sangat digandrungi, bahkan di  masyarakat kita sendiri, bioskop-bioskop penuh dengan antrian mereka yang ingin nonton Iron Man 3, masyarakat kita rela antri demi diinfasi oleh amrik lewat filmnya, merogok kocek mereka demi menyumbang buat negara kaya raya amrik. 
Kenapa? Karena masyarakat sekarang lebih senang dengan tontonan yang hanya menghibur, yang membuat hati senang saja. Mereka melupakan esensi nonton film dan coba menyerap nilai-nilai positif. Malas untuk menemukan pelajaran baru, bahkan memaknai makna tersirat yang ada dalam sebuah film, mencurigai muatan politis, ekonomi, dan budaya dari film yang sedang mereka tonton, atau sedang antri untuk mereka tonton.


Memang demikian, masyarakat kita maunya hanya senang dan puas telah menonton film yang lagi trend, yang penuh aksi menegangkan dengan efek ciamik yang membuat selalu terbayang saat kita pulang ke rumah bahkan ketika hendak tidur di malam hari.
Ini seperti sebuah candu, dan di sinilah celah amrik yang cerdas untuk menanamkan nilai-nilai politis, ekonomi, dan budaya mereka sebagai indikasi imperialisme baru yang cerdas, yaitu menjajah pikiran.


Setuju atau tidak?! Ya.., memang demikian.
Makassar, 130513 17:29 setelah nonton Iron Man 3 dari dvd bajakan yang kubeli di MTC seharga 8000 rupiah :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar